Laman

Kamis, 09 Desember 2010

Apa yang ingin kukatakan setelah menangis

Tulisan dan kata akan membawamu ke luar dari dunia
Menangisi setiap hal yang tak menyadarkanmu atas kekuatanmu
sebagai manusia yang memimpin dunia

Meski setiap kelemahan yang sempurna
Adalah kekuatan yang teramat sempurna
Asal...kamu mengetahui itu semua

Bahkan air matamu
adalah kekuatan terdalam dalam lubuk hatimu
Untuk menyadari sesuatu yang sesungguhnya ada dalam benakmu
lepas dari kebohongan yang tidak bisa diganti dengan air mata

Dan kamu akan menyadari
betapa dunia ini butuh orang sepertimu
bukan orang lain
bukan dirimu yang lain
hanya dirimu sesungguhnya

Yang mengakui kekalahan dan kelemahan
menjadi yang terkuat
dalam sejarah hidupmu

Selasa, 28 September 2010

RAHASIA ATAP GEDUNG

Gaun merah jambu. Baju terbaik dan termahal yang pernah kumiliki. Tepat setahun ketika ku mengulang waktu dan tragedi. Di atas sebuah bangunan gagah, terbalut gaun yang persis sama saat aku berdiri kembali disini, merah jambu. Aku ingat, saat itu...aku berjuang tuk mengakhiri sebuah drama derita yang menggelayuti kesetiaanku. Aku patah arang. Kubentangkan kedua tangan dengan gaya menggapai langit. Disana tak kutemukan ujung, lubang gelap yang membuatku kian penasaran. Aku ingat...angin dingin yang membuatku menggigil, tapi benarkah karena angin? Kurasa aku hanya sedang demam ketinggian, hmm...ck..ck..ckk.., aku ingat...bergaya bak catwoman.

Aku tersenyum ingat memoar lalu. Aku ingat...keraguan yang menyelimuti pandanganku, selangkah.., depan atau belakang?aku ingat, aku sedang bingung. Hanya ada satu pilihan, atau mungkin aku telah membuat pilihan itu hanya satu? Ck...ck..ckk..aku ingat saat itu aku benar-benar setengah gila. Aku tersenyum, ingat memoar kala itu. Logika membuatku mundur, mundur dari pertaruhan nyawa malam itu. Tapi rasa sakit mendorongku maju, maju untuk meninggalkan rasa pilu karena setiaku. Kesetiaan yang bodoh. Ck..ck...ckkk...aku ingat, waktu itu aku memang sangat bodoh. Aku tersenyum. Suami menyelingkuhiku...dan anak? Kemana ingatanku tentangnya? Ck...ck..ckk...aku ingat, saat itu aku tak terlalu mengingatnya. Aku meringis. Ingat anak. Ingat Riska. Sudah lalu. Sudah terlambat. Aku meringis. Asin. Air mata sendiri.

Aku ingat..malam itu aku menjadi bintang. Selebritis dadakan. Hey!!kenapa mereka semua meneriakiku?mereka memanggil-manggil namaku. Ya Tuhan..mereka mengidolakanku. Kurasa yang kulakukan tepat. Hey!!apa suamiku berada disana?di antara kerumunan penggila diriku?aku ingat...sayang sekali aku tak dapat menembus jarak. Mata ini Tuhan beri batas, namun mata hatiku bicara...saat itu dia ada disana. Aku setengah ingat...untuk apa dia disana? Peduli pada setiaku? Menertawakanku? Menantang nyaliku?. Ck..ck..ckk...itu terlalu percuma untuk diingat.

Aku ingat...hey!semua orang ingin aku turun!!aku tak menyangka. Mereka semua meragukan niatku atau sekali lagi mereka menantangku?atau kalau ingin mengkhayal, apa mereka ingin minta tanda tanganku?Aku tersenyum.. aku ingat...kakiku mulai kram. Aku terlalu lama berdiri dan memendam kekalutan. Seandainya aku pulang, aku ingin menyruput secangkir teh bersama suamiku. Ahh...aku ingat, suamiku tak pernah ada di rumah. Aku ingat...bukankah saat itu ia menungguku di bawah? Wow, apa dia ingin mengajakku makan malam?apa gaun merah jambu ini mengingatkannya pada saat-saat kita bercinta? Aku tersenyum. Ingat dulu. Ingat bulan madu. Ingat janji-janji.

Aku meringis. Ingat janji-janji. Aku ingat..teriakan-teriakan atas namaku. aku ingat...aku ingin sekali menggapai mereka. Menyentuh hati mereka. Menyayatnya seperti kesetiaanku yang robek. Hancur. Termutilasi. Aku ingat..khayalan orang, andai bisa terbang bebas. Ck..ck..ckk...aku beruntung sekali pernah merasakannya. Enak?tidak!!!sakit?tidak lagi kurasakan. Sesal?aku meringis. Ingat Riska. Ingat ibu. Ingat Ayah. Ingat saudara. Ingat saat-saat kepiluan itu kurasakan. Lebih indah daripada kehampaan. Lebih ramai daripada keterasingan. Dan gaun merah jambu itu terseret angin. Gelap berganti terang. Orang-orang tak lagi meriakkan namaku. Aku tamat dan aku terus saja dalam kegelapan.

Selasa, 14 September 2010

Senin, 13 September 2010

Perempuan Tak Bergincu

Waktu itu pukul sebelas lebih setengah saat bulan sedang shift malam. Lalu lalang orang mulai jarang. Lalu lalang kendaraan sekali-kali mengerang. Satu persatu keluar gerbang tunggu giliran. Di satu sudut masih girang dan cekikikan. Wajah-wajah yang lelah menyeringai dengar lawakan kawan sejawat. Kepulan asap menari-nari.
Kopi, rokok, dan aroma tubuh para laki-laki dan…..ah….seorang….nampak seperti pria berdada menonjol. Rambutnya cepak dan wajahnya bergurat kuat dalam kecantikan masa bergincu. Tapi ia tak mampu lagi bergincu. Mulutnya menyulut sebatang rokok yang disodorkan teman padanya. Tanpa sungkan dan etika perempuan bergincu. Sama seperti para pria yang mabuk dengan abu rokok dan candu tembakau. Wajahnya lelah, mulutnya terus saja menyapit rokok eceran, dan tangannya membaca lembaran rupiah. Sesekali ia menyambut godaan laki-laki di sampingnya. Ia tertawa dengan mulut lebar dan terlihat lebih menawan.
Angin malam menusuk dari belakang. Ia mengambil jaket tebal dari dalam kantor. Memakainya lalu kembali bernyanyi dengan angin dan deru kendaraan besar. Warung Lek Min mulai kehabisan bahan bakar. Redup dan makin asoy. Lampu boleh padam tapi musik dangdut koplo terus menggoyang para lelaki dan perempuan tanpa gincu itu. Mereka larut dalam pembicaraan. Uang sekolah anak, susu kaleng, sampai ranjang dengan dua istri. Sangat membingungkan. Aku tak mengerti.
Waktu malam itu. Orang-orang bicara riuh tanpa batas. Semua berisi kekalutan dalam ruang dangdut Lek Min. Lek Min tertawa, asal semua ingat bayar utang. “Bayar dulu tu Jo pisang goreng 2 ma kopi satu termos, lha koq mau nambah piaraan lagi!!” ck...ck...ck...grr......perempuan tak bergincu itu menyipit menahan tawa. Seperti tahu saja kegemaran teman laki-laki sejawatnya. Sama sekali tak terlecehkan seperti para perempuan bergincu yang hanya jadi nomor dua bagi laki-laki semacam kawan sejawat perempuan tak bergincu.
Perempuan itu memalingkan wajah padaku, senyumnnya mendadak keibuan, ia menyapaku dengan lambaian tangan mengarah keluar. “Muliho!!” mulutnya komat-kamit. Ia tahu aku tahu. Tahu apa? Tahu kehidupannya di kala aku tak tahu. Ia pikir aku tahu maka aku malu. Tapi aku malu bila orang bicara yang mereka tak tahu. Semua tentang malam ini. Kendaraan-kendaraan besar melaju, perempuan tak bergincu duduk dengan satu kaki di atas kursi kayu dan sendiri. Empat kali ia menguap. Fisiknya mengatakan kebenaran. Bahwa telah habis masanya untuk hari ini. Tapi senyumku padanya membuat debaran jantung tetap berdegup, wajahku membuat darah paruh bayanya mendidih dan bergolak 10 Nopember. Ia masih duduk disana sementara para laki-laki meninggalkannya dan hanya Lek Min. Tubuhnya menangkup di kursi panjang. Matanya menangkapku di balik roda-roda besar yang berputar. Aku mulai rabun mengaguminya. Ada embun di dalam mataku dan mata perempuan itu ketika bertemu.
Pukul 12 dini hari. Perempuan itu benar-benar telah hilang di balik roda-roda besar yang berputar. Senyum dan semangatnya tak lagi  bersaing dengan deru kendaraan. Aku melihatnya dalam kantor yang berjalan. Dari atas sana ia melambai. Cium jauh. Dari jauh....dari balik kaca. Ia berbalik. Menatap jauh ke depan. Meninggalkan kenangan padaku. Kenangan semalam dan setiap malam dengan perempuan tanpa gincu. Kenangan tentang seorang ibu......Afil